Beliau adalah Umar bin Al-Khaththab bin Nufail bin Adi bin Abdul ‘Uzza bin Riyah bin Qardh bin Razzah bin ‘Adiy bin Ka’ab bin Lu’ay dari suku Quraisyi. Beliau merupakan salah satu dari Khulafaur Rasyidin yang telah diridhai oleh kaum muslimin. Sosoknya yang kuat, sifatnya yang keras, namun hatinya lembut penuh keimanan dan kasih sayang. Seorang pemimpin yang tegas membedakan antara hal yang benar dan yang salah.
Keutamaan Umar bin Khattab
Umar adalah penduduk Surga, sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sewaktu tidur, aku bermimpi seolah-olah aku berada di Surga. Kemudian aku melihat seorang wanita berwudhu di samping sebuah istana, maka aku bertanya, ‘Milik siapa istana ini?’ Mereka menjawab, ‘Milik umar’. Maka aku teringat akan kecemburuan Umar sehingga aku menjauhi istana itu”. Umar menangis dan berkata, “Demi Allah mana mungkin aku akan cemburu kepadamu wahai Rasulullah”. (HR. Bukhari).
Umar juga termasuk seorang yang mendapatkan ilham, perkataannya sering bersesuaian dengan wahyu. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berkata, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Bani Israil ada yang diberikan ilham walaupun mereka bukan Nabi, jika salah seorang dari umatku mendapatkannya, maka Umar lah orangnya ”. (HR. Bukhari)
Umar adalah seorang yang sangat berwibawa dan disegani oleh kawan maupun lawan, sampai-sampai setan pun takut kepadanya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Wahai Ibnul Khattab, demi Allah yang jiwaku berada ditanganNya, sesungguhnya tidaklah setan menemuimu sedang berjalan di suatu jalan kecuali dia akan mencari jalan lain yang tidak kau lalui”. (HR. Bukhari). Dan melalui keislaman Umar, kaum muslimin menjadi kuat dan mulia. Periode dakwah kemudian berganti secara terang-terangan. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Kami umat islam senantiasa merasakan kekuatan sejak Umar masuk Islam”. (Shahih Bukhari I/545). Beliau juga berkata, “Sebelumnya, kami tak berani melakukan Shalat di sisi Ka’bah hingga Umar masuk Islam”. (Mukhtashar Shirah Rasul hal. 103).
Rasa Takutnya Kepada Allah
Dibalik watak kerasnya, Umar bin Khattab memiliki hati yang lembut. Beliau sering menangis bahkan berkali-kali pingsan karena perasaan takutnya kepada Allah. Umar pernah berkata, “Demi Allah, seandainya aku punya emas sepenuh bumi, maka aku akan menjadikannya sebagai tebusan bagiku dari adzab Allah sebelum aku melihatnya”. Beliau juga mengatakan, “Andaikan ada suara dari langit yang mengatakan, ‘Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan masuk Surga kecuali seorang saja, sungguh aku takut jika itu adalah aku’. Dan andai ada penyeru yang menyeru, ‘Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan masuk Neraka kecuali seorang saja, sungguh aku berharap jika itu adalah aku”. (Tahdzib Hilyatil Auliya’, I/72-73).
Kecintaannya Kepada Rasulullah
Umar bin Khaththab adalah Shahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah. Kecintaannya kepada Rasulullah sangat besar, hingga beliau tidak siap ditinggal Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Ketika Rasulullah wafat, Umar berdiri dan berkata, “Sesungguhnya beberapa orang dari kaum munafiq beranggapan Rasulullah telah wafat. Sesungguhnya Rasulullah itu tidak mati, akan tetapi pergi menemui Tuhannya sebagaimana Nabi Musa pergi kepadaNya, ia pergi selama 40 hari kemudian kembali lagi kepada kaumnya. Demi Allah, Rasulullah benar-benar akan kembali. Sungguh aku akan memotong tangan dan kaki mereka yang menganggap bahwa beliau telah mati”. Namun Abu Bakar segera meredakan kemarahannya dan membaca surat Ali Imran ayat 44, kemudian barulah Umar tersadar. Beliau menceritakan “Demi Allah, tidaklah aku mendengar Abu Bakar membacanya, kecuali aku tercengang hingga kedua kakiku tak mampu lagi menyanggaku, kemudian aku terjatuh ke tanah pada saat ia membacanya. Pada saat itu baru aku menyadari bahwa Rasulullah telah wafat” (Shahih Bukhari, II/640-641).
Zuhudnya Umar terhadap Dunia
Umar bin Khaththab adalah seorang hidup pas-pasan karena beliau mengerahkan seluruh waktunya untuk mencari keridhaan Allah, meninggikan kalimat Allah dan berkhitmat melayani kaum muslimin. Umar pernah dicela dan dikatakan kepadanya, “Alangkah baik jika engkau memakan makanan yang bergizi, sehingga membantu dirimu supaya lebih kuat dalam membela kebenaran. Maka Umar berkata, ‘Sesungguhnya aku telah meninggalkan kedua shahabatku, yaitu Rasulullah dan Abu Bakar dalam keadaan tegar dan tidak terpengaruh dengan dunia. Maka jika aku tidak mengikuti ketegaran mereka, aku khawatir tidak akan dapat mengejar kedudukan mereka” (Ath-Thabaqat Al-Kubra 2/277).
Umar juga pernah menyampaikan, “Tidaklah Allah menimpakan musibah dunia kepadaku kecuali di dalamnya aku merasakan empat kenikmatan, yaitu: nikmat karena musibah tidak menimpa agamaku, nikmat karena musibah yang diberikan tidak lebih besar dari itu, nikmat karena aku rela terhadapnya, dan nikmat karena aku mengharap pahala atasnya” (Ihya Ulumud Dien IV/394).
Kepemimpinan Umar bin Khattab
Umar bin Khattab terkenal sebagai pemimpin yang tegas dan amanah dalam melayani kebutuhan rakyatnya. Beliau juga seorang yang cakap, pandai berdiplomasi dan mengatur strategi perang sehingga pada zamannya, kekuasaan islam meluas dengan cepat.
Umar pernah berkata, “Celakalah penguasa dunia karena akan mendapatkan hukuman Allah. Kecuali orang yang memimpin dengan adil, memutuskan hukum dengan kebenaran bukan dengan hawa nafsunya, bukan pula karena hubungan keluarga, bukan karena suka dan bukan pula karena takut. Serta dia menjadikan kitab Allah sebagai cermin bagi dirinya yang selalu ada di depan kedua matanya” (Az-Zuhud Imam Ahmad hal. 155).
Pada waktu tahun paceklik dan kelaparan Umar tidak pernah makan kecuali roti dan minyak hingga kulit beliau berubah menjadi kering bersisik. Beliau berkata, “Akulah sejelek-jelek penguasa apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan”. (Tafsir Ibnu Katsir, 7/407). Diantara kebiasaan beliau yaitu melakukan patroli malam dalam rangka mencari informasi tentang permasalahan yang dihadapi rakyatnya. Aslam berkata, “Pernah suatu malam aku keluar bersama Umar ke luar kota Madinah. Kami melihat ada tenda dari kulit, di dalamnya ada seorang wanita menangis. Umar bertanya tentang keadaannya, dan dia menjawab, ‘Aku adalah seorang wanita Arab yang akan melahirkan sedang aku tidak memiliki apapun. Umar kemudian menangis dan segera berlari menuju rumah istrinya dan berkata, ‘Apakah engkau mau mendapatkan pahala?’ Segera Umar memberitakan padanya mengenai wanita yang dilihatnya tadi. Umar segera membawa satu karung gandum beserta daging diatas bahunya, sementara istrinya membawa peralatan yang dibutuhkan untuk bersalin”. (Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir). Dan masih banyak lagi keteladanan yang dapat kita ambil dari perjalanan hidup Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Semoga Allah Ta’ala memberikan balasan yang terbaik dan mengampuni dosa-dosanya. Dan semoga pula lahir di tengah-tengah kaum muslimin pemimpin idaman seperti sosok Umar bin Khaththab.
Marilah kita berusaha meneladani Umar secara khusus dan juga meneladani perjuangan para Shahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum secara umum. Kita tunaikan hak-hak mereka dengan mencintainya dalam hati, menyanjungnya dengan lisan, menutupi kesalahan-kesalahan mereka, memohonkan ampun untuk mereka serta menahan diri dari mencela dan mencaci maki mereka. Sebagaimana Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Aku mencintai Nabi, mencintai Abu Bakar, dan mencintai Umar. Aku berharap dikumpulkan bersama mereka di hari kiamat disebabkan kecintaanku kepada mereka, walaupun aku tidak dapat beramal seperti amalan mereka”. (HR. Bukhari no. 3688).
***
Penulis : Ferdiansyah Aryanto, S.T (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Murojaah : Ust Afifi Abdul Wadud, BIS